Saat mendapat surat dari Jenderal Soeharto, bahwa Bung Karno harus meninggalkan Istana Merdeka sebelum tanggal 16 Agustus 1967.
Maka teman teman Bung Karno yang mengetahui rencana itu segera menawarkan dan menyediakan enam rumah untuk tempat tinggal dan putera puteri Bung Karno.
Mendengar hal itu Bung Karno seketika marah, bahwa ia tidak menghendaki rumah rumah itu. Ia menginginkan semua anak anaknya pindah ke rumah Ibu Fatmawati.
“Semua anak anak kalau meninggalkan Istana tidak boleh membawa apa-apa, kecuali buku-buku pelajaran, perhiasan sendiri dan pakaian sendiri. Barang barang lain seperti radio, televisi dan lain-lain tidak boleh dibawa !“ Demikian Bung Karno memerintahkan.
Guntur – putera tertua – setelah mendengar penjelasan itu merasa kecewa, karena ia sudah terlanjur menggulung kabel antenna TV yang akhirnya tidak boleh dibawa pergi. Sementara Ibu Fatmawati mengeluh karena kamar di rumahnya tidak cukup.
Tak berapa lama datang truk dari polisi yang membawa empat tempat tidur dari kayu yang bersusun, dengan kasur dan bantalnya tapi tanpa sprei dan sarung bantal. Juga beras enam karung. “Anak-anakku semua disuruh tidur di tempat tidur susun dari kayu, tanpa sprei dan sarung bantal.“ Konon Ibu Fat, marah marah kepada utusan yang membawa perlengkapan itu.
Bung Karno keluar dari istana dengan mengenakan kaos oblong cap cabe dan celana piyama warna krem. Baju piyamanya disampirkan ke pundak, dan ia memakai sandal bata yang sudah usang. Tangan kanannya memegang kertas koran yang digulung, berisi bendera pusaka merah putih. Bendera yang dijahit oleh istrinya sendiri, Fatmawati ketika masa proklamasi kemerdekaan.
Tak ada voor ridjer, pengawalan atau penghormatan ketika meninggalkan Istana Merdeka. Ia meninggalkan istana dengan mobil VW kodok yang dikendarai seorang supir asal kepolisian.
Salah seorang anggota kawal pribadinya membawakan ovaltine, minuman air jeruk, air teh, air putih, kue kue serta obat obatan Bung Karno.
Itulah seluruh harta yang dimiliki Bung Karno ketika meninggalkan Istana. Selebihnya ditinggalkan. Selama menjabat Presiden, ia tidak pernah memiliki rumah sendiri. Ia adalah presiden termiskin yang pernah ada.
Tidak ada deal khusus antara Bung Karno dengan penguasa setelahnya. Hanya sebuah persetujuan dalam segenggam bait puisi Chairil Anwar.
"Bung Karno ! Kau dan aku satu zat satu urat
Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar
Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak dan berlabuh"
0 komentar:
Post a Comment