Secangkir Kopi Pahit, Wajah Seorang laki-laki, Siti Nurbaya, Ranjang Pengantin, Di balik kelambu, Ibunda, Badai Pasti Berlalu dll membuat kita berpikir bahwa sesungguhnya film yang bermutu adalah filsafat yang digambarkan.
Pemikiran-pemikiran Teguh Karya (TK) tentang seni film bukan hanya berhenti bagaimana gambar bercerita, tetapi juga bagaimana gambar membuat berpikir dan menangkap kesan.
Teguh Karya mampu menghadirkan suasana realitas keseharian masyarakat dan mengajak kita berpikir bagaimana semestinya realitas itu disikapi.
Teguh Karya membuat filmnya dengan aliran Eropa, khususnya Perancis. Apalagi dengan latar belakang teater, membuat TK menghasilkan film-film tentunya dengan logika teater dimana kekuatan watak lebih penting daripada kejelasan tema.
Tema tidak perlu diperjelas tetapi dipahami dengan dimensi berbeda-beda. Bagi TK yang walaupun berlatar belakang pendidikan film di Universitas of Hawaii, dia tidak terpengaruh dengan penjelasan tema, dia sangat menekankan kekuatan watak, dan kemampuan akting pemain dalam memperlakukan, melihat dan berpikir tentang relasi-relasi antara individu dan benda. Kedalaman berpikir sangat terasa pada karya-karya TK, tapi juga sedih, melihat perkembangan seni peran di Indonesia.
TK berhasil menancapkan produktivitas karyanya dengan menelurkan aktor-aktris yang berkualitas tetapi dalam perkembangannya malah Indonesia mendapatkan artis-artis sinetron yang kualitas aktingnya, setiap orang tanpa belajar-pun bisa melakukannya.
Asal ada dialog bisa menjadi aktor-aktris di TV nah penurunan kualitas akting yang menjadi semakin pasaran jelas semakin mengacaukan definisi akting sebenarnya.
Akting harus dipelajari serius, akting bukan hanya menghapal dialog, tetapi juga menjiwai dan merasuki personifikasi tokoh.
Jadi banyak aspek mempengaruhi kualitas akting,memperlakukan akting dengan kesungguhan yang rumit, para aktor mempelajari bagaimana personifikasi bisa dimasukkan ke dalam keseharian dengan segala hal aspek psikologisnya.
0 komentar:
Post a Comment